INDAHNYA JIKA SALING BERBAGI, MERIAHNYA JIKA SALING MEMBERI,DAN MANISNYA JIKA SALING MENGHARGAI

Mengenai Saya

Foto saya
sederhana dan kerja keras

Entri Populer

Kamis, 03 Februari 2011

Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning

ABSTRAK: Pelajaran matematika sering kali dipersepsikan oleh sebagian siswa sebagai pelajaran yang sulit, membosankan bahkan menakutkan. Hal inilah yang membuat motivasi dan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matemetika sangat kurang yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran matematika. Agar pembelajaran dapat lebih menarik serta bermakna bagi siswa peneliti mencoba  menerapkan pembelajaran yang dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki  siswa agar mereka dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Dengan demikian pembelajaran menjadi lebih bermakna dan dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa. 
Kata Kunci : Motivasi, Minat,  Contextual Teaching  and Learning
Pendahuluan
        Menurut pengamatan dan pengalaman umumnya anak-anak menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka berkenalan dengan matematika sederhana. Meskipun banyak pula anak-anak yang setelah belajar matematika yang sederhana banyak pula yang tidak dipahaminya, atau banyak konsep yang dipakai secara keliru. Di sini mereka melihat matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar,  ruwet, dan memperdayakan.
        Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar matematika masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya. Pada umumnya pelajaran matematika hampir selalu disajikan secara verbal melalui kegiatan ceramah dengan keterlibatan siswa yang sangat minim, kurang menarik minat siswa dan membosankan. Guru jarang menggunakan alat peraga atau media pelajaran matematika serta kurang melibatkan siswa dalam menemukan konsep matematika. Jarang guru dalam membahas materi matematika dengan menggunakan kegiatan diskusi kelompok maupun diskusi kelas, target keberhasilan pengajaran matematika yang diterapkan guru cenderung lebih mengarahkan agar siswa terampil mengerjakan soal-soal tes baik yang terdapat pada buku ajar maupun soal-soal ujian akibatnya pemahaman konsep siswa rendah serta pembelajaran matematika kurang menarik minat siswa.
        Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar meningkatkan minat, menarik perhatian siswa serta meningkatkan keaktifan siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran matematika yang diterapkan untuk meningkatkan minat belajar matematika dan memberi penguatan terhadap kualitas pembelajaran matematika di SD sebagai sarana penelitian adalah model pembelajaran kontekstual.

Minat Belajar
        Menuurut Syah (1999: 36) menyatakan, “ secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu”. Sedangkan Effendi dan Praja (1993 : 69) menyatakan, “ minat yaitu memusatkan kegiatan mental dan perhatian terhadap suatu objek, yang banyak sangkut pautnya dengan keadaan diri individu”.  Minat    didorong   oleh motivasi. Minat mempunyai pengaruh yang besar terhadap belajar seorang siswa. Jika mata pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat seorang siswa, maka ia tidak mempunyai rasa keinginan yang besar untuk memahami bahkan mendalami pelajaran itu.

Motivasi
        Gleitman (1986) dan Reber (1988) (dalam Syah,1999: 137) menyatakan, “motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu sehingga dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah seluruh dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu atau bertingkah laku secara terarah. Jadi jika dikaitkan dengan belajar, maka motivasi mempelajari matematika adalah seluruh dorongan yang timbul dari dalam diri siswa untuk mempelajari mata pelajaran tersebut sampai berhasil atau memahaminya.

Pembelajaran Kontekstual
        Pembelajaran kontekstual adalah suatu pembelajaran yang menekankan kepada siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Pembelajaran kontekstual mendorong agar proses keterlibatan siswa secara penuh. CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang menghubungkan konsep dengan konteksnya, sehingga siswa memperoleh sejumlah pengalaman belajar bermakna berupa pengetahuan dan keterampilan. Menggabungkan materi dengan pengalaman harian individu, masyarakat dan pekerjaan yang melibatkan aktifitas.
        Dengan penyampaian konteks siswa dituntut untuk mencoba menyelesaikan permasalahan tanpa menunggu informasi dari guru bagaimana solusinya. Guru berperan hanya sebagai fasilitator dan pembimbing . Hal yang sama diungkapkan oleh Gravemeinjer dan Doorman (dalam Sabandar, 2001, h. 2) bahwa dalam pembelajaran kontekstual, konteks ditempatkan pada awal pembelajaran, selanjutnya siswa secara perorangan/kelompok siwa diminta memecahkan permasalahan, dengan kemampuan matematikanya atau kemampuan berpikir.Konteks ditempatkan di awal pembelajaran, karena berperan sebagai pemicu terjadinya penemuan kembali (reinvetion) matematika oleh murid, atau sebagai pembimbing penemuan (guided reinvention), yang merupakan suatu jalan keluar untuk menjembatani hambatan yang sering muncul, antara pengetahuan informal dengan pengetahuan formal matematika dalam memecahkan masalah dengan berpikir sendiri.
        Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran merupakan konsep belajar mengajar yang memfungsikan guru sebagai pihak yang harus mengkemas materi (konten) dan mengkaitkannya dengan suasana yang mudah dipahami siswa (konteks). Membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, serta mendorong siswa membuat kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat.
      Prinsip-prinsip yang mendasari CTL adalah: 1) kontruktivisme (Contruktivism), 2) Bertanya (Questioning), 3) Inquiri (Inquiry), 4) Masyarakat Belajar (Learning Community), 5) Penilaian autentik (Autentic Assesment), 6) Refleksi (Reflection), dan 7) Pemodelan .

1.Kontruktivisme (Contruktivism)
        Kontruktivisme (Contruktivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide,
2.Bertanya (Questing)
        Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual.
3.Menemukan (Inquiry)
        Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi  juga hasil dari menemukan sendiri.
4.Masyarakat Belajar (Learning Community)
        Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu.
5.Pemodelan (modeling)
        Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas
6.Refleksi (Reflection)
        Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa mendapatkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau refisi dari pengetahuan sebelumnya.
7.Penilaian berkelanjutan (Authentic Assesment)
        Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan belajar, maka segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.

Metode Penelitian
        Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (1992: 5-6); Hopkins (1993: 32-33) dan Suyanto (1996: 2), Bentuk penelitian di atas diharapkan dapat mengembangkan profesionalisme guru dalam meningkatkan kualitas pendidikan Matematika di sekolah dasar.
        Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah observasi dan tes. Sedangkan alat pengumpul data berupa lembar observasi dengan tujuan untuk menjaga obyektifitas dalam pelaksanaan penelitian. Selain itu data juga diperoleh melalui hasil kegiatan selama melaksanakan tindakan dan hasil balikan dari siswa.

Pembahasan
         Dalam rangka mengembangan kemampuan siswa dalam bidang matematika maka proses pembelajaran yang diharapkan adalah yang dapat  menarik perhatian serta minat siswa. Guru harus mampu menentukan suatu metode, strategi, teknik dan pendekatan serta model pembelajaran  yang sesuai untuk pembelajaran topik-topik matematika sehingga menarik dan mampu membangkitkan serta mendorong motivasi siswa untuk mempersiapkan emosi belajar secara menyeluruh.
        Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa setiap tahapan pembelajaran dengan cara menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang dialami sehari-hari sehingga pemahaman materi diterapkan dalam kehidupan nyata.

Hasil
        Sebelum melaksanakan penelitian, motivasi siswa terlihat  masih  sangat  kurang  yang  ditandai dengan semangat belajar yang rendah, dan kurang aktif. Interaksi siswa dalam belajar juga sangat kurang, komunikasi cendrung satu arah dan didominasi guru. Prestasi siswapun masih kurang yang ditandai dengan banyaknya nilai siswa yang masih <6 atau dibawah nilai KKM yang telah ditetapkan (KKM =  6,0), serta ketuntasan secara klasikal masih dibawah 85%,  sehingga peneliti berusaha untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam rangka memperbaiki kualitas serta hasil belajar siswa.

Kesimpulan
        Dari hasil penelitian  yang dilakukan,kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika melalui pendekatan Pembelajaran kontekstual ( Contekstual Teaching and Learning) dapat meningkatkan minat belajar matematika siswa. Pendekatan Contekstual Teaching and Learning ( CTL ) pada pembelajaran matematika mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa belajar dari mengalami sendiri dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, rasa senang belajar, berpikir mandiri dan mampu mengambil keputusan.  Pendekatan ini mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa belajar dari mengalami sendiri, menemukan sesuatu yang baru yang berguna bagi dirinya, menerapkan ide mereka, dan menumbuhkan komunikasi dalam bentuk kerja kelompok.

Rujukan
Robert E. Slavin,  2009. COOPERATIVE LEARNING Teori, Riset dan Praktek,     penerbit Nusa Media, Bandung.
Elaine B. Jhonson, PH.D, 2009. CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikkan dan bermakna, penerbit Mizan Learning Center (MLC) Bandung.
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Prof. Dr. H.M.Djunaidi Ghony, 2008. Penelitian Tindakan Kelas, penerbit UIN-Malang Press.
Prof. Dr. H. Yatim Riyanto, M.Pd. 2009. Paradigma baru Pembelajaran, penerbit kencana Prenada Media Group, Jakarta.
DR. C. Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran, penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Drs. Wayan Nurkancana, Drs. PPN. Sunartana. Evaluasi Hasil Belajar, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya.
Trianto, S.Pd,.M.Pd.2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, penerbit Prestasi Pustaka, Jakarta.
Drs.H. Martinis Yamin, M.Pd. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa, penerbit Gaung Persada Press Jakarta.

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 PENIMBUNG LOMBOK BARAT TAHUN 2010-2011

Abstrak: Salah satu tujuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak siswa kelas V SDN 2 Penimbung yang tidak cakap berbicara. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan teknik bermain peran dalam pembelajaran. Dengan teknik ini siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajarannya, dan kualitas hasil belajar mereka dapat ditingkatkan sehingga memperoleh hasil yang maksimal.
Kata kunci: peningkatan, ketrampilan berbicara, teknik bermain peran.
        Dalam keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat, yaitu: keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara.
Arsjad dan Mukti (1991:1), menyatakan bahwa dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingkan dengan cara lain. Dalam kehidupan sehari-hari lebih dari separuh waktu  digunakan untuk berbicara dan mendengarkan.
        Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa SD kelas V adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan  secara lisan dalam diskusi dan bermain drama (Departemen Pendidikan nasional, 2006).  Standar kompetensi ini terbagi dalam dua kompetensi dasar yang salah satunya adalah memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.  Dalam pembelajaran sastra di sekolah, siswa diajak untuk memerankan tokoh, berekspresi sesuai dengan karakter tokoh dalam teks cerita, dan berani berbicara di depan  umum yang ditampilkan dalam bentuk karya sastra yaitu drama.
        Berbicara merupakan salah satu keterampilan sastra yang harus dicapai siswa karena siswa akan memperoleh banyak manfaat dari kegiatan   berbicara  tersebut,  antara lain siswa dapat  mengekspresikan perannya melalui gerak, mimik, dan gesture sesuai dengan karakter tokoh yang diperankan.
Berbicara merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak dilakukan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kamus linguistik (Kridalaksana, 1982) berbicara (wicara) diartikan sebagai perbuatan menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi sebagai salah satu keterampilan dasar dalam berbahasa. Berdasarkan definisi kamus ini, berbicara atau wicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif  lisan.
        Menurut Zahroh dan Sulistyorini (2010:82), untuk menghasilkan tuturan yang baik, pembicara atau pewicara dituntut mengikuti aturan berbicara, di samping menguasai komponen-komponen yang terlibat dalam kegiatan berbicara atau wicara,  antara lain  penguasaan aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek-aspek tersebut meliputi lafal, tatabahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman.
        Drama   adalah  komposisi   prosa   yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Dalam pembelajaran sastra, keterampilan berbicara khususnya drama dapat dilakukan dengan bermain peran. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk  mengembangkan kreativitas dan imajinasinya. Berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara, siswa masih banyak mengalami kesulitan.Hambatan lain yang dialami siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara, khususnya bermain peran (drama) adalah kurangnya semangat mereka dalam bermain peran akibat metode pembelajaran yang digunakan guru masih kurang menarik bagi siswa.Kondisi tersebut juga terjadi di SDN 2 Penimbung Kabupaten Lombok Barat. Hasil    observasi    di  lapangan   juga  menunjukkan fenomena bahwa keterampilan berbicara siswa SDN 2 Penimbung  Lombok Barat  berada pada tingkat yang rendah pada aspek isi pembicaraan,  penggunaan bahasa, dan  performansi.  
Berdasarkan uraian serta hasil temuan penelitian di atas, maka diperlukan metode pembelajaran yang kreatif, efektif, dan menyenangkan agar  siswa lebih bersemangat dan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Salah satu strategi  digunakan  dalam bermain peran (drama) adalah strategi cooperatif learning.
        Metode bermain peran dapat digunakan untuk menciptakan suasana pembelajaran inovatif. Kompetensi yang dikembangkan melalui metode ini antara lain kompetensi bekerjasama, berkomunikasi, tanggung jawab, toleransi, dan menginterpretasikan suatu kejadian (Pratiwi, 2009).
        Dengan adanya penelitian untuk meningkatkan   kemampuan  keterampilan  berbicara  menggunakan teknik bermain peran ini, diharapkan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN 2 Penimbung Lombok Barat lebih meningkat. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan kajian tentang penggunaan teknik bermain peran untuk meningkatkan kemampuan berbicara bagi siswa SD kelas V khususnya.

METODE
        Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif. Model rancangan penelitian tindakan kelas yang digunakan adalah model  rancangan  yang  dikembangkan oleh Kemmis dan McTaggart (1992). Model ini mengikuti alur yang terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Permasalahan yang diteliti teridentifikasi ketika peneliti melaksanakan pembelajaran, karena peneliti adalah guru kelas pada kelas yang diteliti. Berdasarkan permasalahan hasil temuan tersebut disusun rencana tindakan siklus I yang diwujudkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RRP I). 
        Selanjutnya tindakan siklus I itu diaplikasikan dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran yang nyata di kelas dengan melibatkan teman sejawat sebagai observer dan peneliti bertindak sebagai guru model.
Subjek penelitian adalah siswa kelas V (lima) SDN 2 Penimbung Lombok Barat. Tindakan  kelas  yang  berupa  teknik  bermain  peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada saat pelajaran Bahasa Indonesia, selama semester I   tahun pelajaran 2010/2011.

HASIL
        Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus.  Masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali pertemuan. Adapun tujuan penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas V SDN 2 Penimbung Lombok Barat dalam keterampilan berbicara melalui teknik bermain peran.
Hasil Pelaksanaan Siklus I
        Kegitan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilakukan dua kali pertemuan. Masing-masing pertemuan selama dua jam pelajaran (2x35 menit).Pada siklus I keterlibatan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas relatif dominan mengingat siswa yang diajar adalah siswa kelas V SD dan belum terbiasa belajar dengan teknik bermain peran. Guru menyiapkan skenario dialog untuk setiap kelompok. Setelah kegiatan bermain peran pada pertemuan kedua siklus I dilakukan refleksi antar kelompok untuk mengomentari penampilan dari kelompok lain.  Penilaian dilakukan pada saat siswa melakukan latihan pemantapan perannya masing-masing.
         Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penutup  merupakan refleksi dari pembelajaran yang telah dilaksanakan   kesulitan-kesulitan yang dialami siswa, manfaat pembelajaran yang diperoleh dan perencanaan kegiatan tindak lanjut.Berdasarkan hasil pembelajaran siklus I, belum menunjukkan hasil yang memuaskan, sehingga perlu  tindakan siklus II.  Hasil rekapitulasi nilai evaluasi proses dalam siklus I menunjukkan bahwa pada umumnya siswa dari tingkat kemampuan akademik rendah memperoleh skor di bawah 50. Sepuluh skor tertinggi didominasi oleh siswa dari tingkat kemampuan akademik tinggi. Semetara siswa dari tingkat kemampuan akademik menengah menempati posisi medium. Skor terendah 40 diperoleh  siswa dari kelompok berkemampuan akademik rendah, sedangkan skor tertinggi 80 diperoleh siswa dari kelompok kemampuan akademik tinggi. Dari hasil perbandingan antara pengamatan terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran  dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa yang memperoleh skor minimal tersebut adalah siswa yang tidak aktif dalam kegiatan bermain peran. Sementara dari  tingkat  kemampuan  akademik menengah maupun tinggi yang serius mengikuti pembelajaran pada umumnya mendapat skor tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan pada siklus I belum berhasil sehingga perlu dilakukan tindakan siklus II.

Hasil Pelaksanaan Siklus II 
        Secara umum prosedur pelaksanaan tindakan siklus II ini sama dengan prosedur pada siklus I. Perbedaannya, dalam siklus II ini keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat siswa yang diajar mulai terbiasa belajar dengan teknik bermain peran.
        Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan pada seluruh siswa. Skor terendah 60,5 masih diperoleh  siswa pada kelompok kemampuan akademik rendah, dan skor tertinggi 90 masih diperoleh oleh kelompok kemampuan akademik tinggi. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan skor yang signifikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembelajaran dalam siklus II ini hampir seluruh siswa aktif mengikuti pembelajaran. Hal ini berdampak pada kualitas hasil belajar siswa tentang keterampilan berbicara.

PEMBAHASAN
        Berdasarkan hasil pengamatan  terhadap produk akhir dalam siswa kelas V yang menunjukkan bahwa siswa kelas V SDN 2 Penimbung Lombok Barat  masih mengalami kesulitan dalam keterampilan berbicara, maka dirancang tindakan sebagai upaya meningkatkan kemampuan berbicara dengan menggunakan teknik bermain peran. Dalam penelitian ini dilakukan dua tindakan, yaitu tindakan siklus I dan tindakan siklus II. Dalam siklus II keterlibatan guru pada kegiatan pembelajaran di kelas dikurangi mengingat   siswa   yang  diajar  mulai  terbiasa belajar dengan teknik bermain peran. Hasil rekapitulasi nilai evaluasi produk akhir dalam siklus II menunjukkan bahwa  ada peningkatan pada  tingkat akademik. Skor terendah 60,5 masih diperoleh oleh siswa pada kelompok  kemampuan  akademik  rendah,  dan  skor tertinggi 90 masih diperoleh  kemampuan akademik tinggi. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan skor yang signifikan.
        Berdasarkan uraian di atas  dapat dikatakan bahwa penggunaan teknik bermain peran dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelasV SDN 2 Penimbung  Lombok Barat. Peningkatan tersebut terdapat pada aspek proses dan hasil pembelajaran.

SIMPULAN
        Berdasarkan uraian  hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa kelas V (lima) SDN 2 Penimbung Lombok Barat. Secara rinci keberhasilan penerapan teknik bermain peran dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas V SDN 2 Penimbung sebagai berikut: (1) teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspek isi, (2) teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspek-aspek penggunaan bahasa, dan (3) teknik bermain peran dapat meningkatkan keterampilan berbicara aspek performansi.

SARAN
    Dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya aspek berbicara hendaknya guru menggunakan pembelajaran dengan teknik bermain peran. Teknik bermain peran sangat cocok untuk pembelajaran bahasa Indonesia terutama aspek berbahasa lisan.

DAFTAR RUJUKAN
Arsjad , Midar.G dan Mukti1 991. Pembinaan Kemampuan Berbicara bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006, Standar Kompetensi Mata pelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Kridalaksana. 1982. Kamus Linguistik  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Kemmis,S. &Taggart,M.C. 1992. The Action Research Planner. Victoria: Deakin  University Press.
Pratiwi, Yuni. 2009. Penerapan Strategi bermain Peran dalam Pembelajaran di taman Kanak-Kanak. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Pembelajaran untuk Anak Usia Dini di TK Negeri Pembina, Malang, 12 September.
Tarigan, H.G. 2002. Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Zahroh dan Sulistorini. 2010. Strategi Kooperatif dalam Pembelajaran Menyimak Berbicara Malang: Asah Asih Asuh (A3).

Anakku Harapanku

Sudirman, S.Pd.

        “Nak, kenapa kamu berjemur ini kan masih pagi”, tanyaku ketika melihatnya berdiri sendirian. Lalu aku melanjutkan pertanyaanku, “Kamu kedinginan ?”
        “Ma…maaf pak, pakaian saya basah”, jawabnya ketakutan.
        Tidak seperti biasanya marah-marah, lalu menghukum kini aku tersenyum bersahabat layaknya orang tua terhadap anak-anaknya. Sambil menggandengnya menuju tempat yang aman dari matahari. Tempat ini biasa aku gunakan jika murid-muridku ada masalah dengan pelajaran. Kuusapkan peluh yang membasahi badannya. Ia pun tersenyum rasa takut pada dirinya seketika hilang saat pundaknya terus kupegang. Aku merasa hari ini bersama sahabat kecilku. Rusli, begitulah ia dipanggil. Ia salah satu murid kelas I.
        “Usai sekolah nanti pak guru tunggu di ruang  guru”, pintaku. “Sekarang kamu ikuti pelajaran   dulu”, sambungku sambil bergegas masuk kelas.
         “Ya…. Pak”, jawabnya bangga lalu berlari menuju ruang kelasnya.
        Ia pun mengikuti pelajaran seperti biasanya. Kini waktu sudah menunjukkan pukul 10.30. waktu bagi kelas I untuk siap-siap meninggalkan sekolah. Tak seberapa lama bel tanda pulang sudah terdengar, beberapa murid berteriak, bersorak kegirangan. Ada yang lari sambil berjingkrak-jingkrak, ada pula yang berhamburan menyerbu penjaja makanan dan ada pula yang menangis sambil mencari orang tuanya yang belum juga kunjung tiba menjemput. Ditengah hiruk pikuk siswa kelas I pulang sekolah. Rusli dengan hati-hati menghapiriku.
        “Kemarilah… jangan takut”, aku tersenyum mengajaknya duduk. 
       Ia tampaknya bingung dan takut karena kebiasaanku yang selalu ditakuti siswa. Dalam pancaran matanya terlihat ada rasa bersalah yang tadinya pernah ia lakukan. Aku pun spontan berseloroh menggodanya agar ia bisa tersenyum. 
       “Nak…, ada yang ingin bapak tanyakan”, pintaku. Aku lanjutkan pertanyaanku, “Pak guru melihat setiap  sampai sekolah, selalu mencari tempat untuk berjemur kenapa?” tanyaku tak mengerti.
Dengan hati-hati ia menjawab, 
        “Celana saya selalu basah, kena semak dan ilalang”. Aku kaget luar biasa,karena sepengetahuanku murid-muridku tempat tinggalnya tak jauh dari lingkungan sekolah. Aku semakin penasaran. “Coba ceritakan kenapa sampai ini terjadi”, tanyaku lagi. Ia mulai bercerita     bahwa setiap pagi ia berangkat sekolah seorang diri seusai sholat subuh karena rumahnya berada jauh di balik perbukitan. Ia menempuh sekolah dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak menembus semak belukar  dan rumput ilalang. Karena tekadnya mencari ilmu ia nekat menembus halangan dan rintangan tanpa rasa takut dibenaknya. Ia tetap tegar menjalaninya, demi baktinya kepada kedua orang tuanya.Aku sempat menghayal, andai aku bepergian di pagi buta tanpa ada teman mungkin aku tak sanggup rasa takut pasti mengikutiku.
        Aku terperanjat mendengar ceritanya, pikiranku mulai terbuka. Aku sadar bahwa embun pagi belum mau meninggalkan pepohonan, titik-titik air embun masih melekat di atas dedaunan. Wajar saja setiap pagi pakaian di tubuh Rusli selalu basah. Aku tertegun pikiranku mulai mengingat-ingat kejadian yang pernah aku lakukan terhadapnya. Menghukum tanpa ingin tahu penjelasan siswa walau aku tahu bahwa Rusli adalah murid yang paling rajin diantara teman sekelasnya. Rasa bersalah terus terngiang. Saat kesedihanku menghujamku tiba-tiba suara pria mengucapkan salam.
         “Assalamu'alaikum!”  Akupun   menjawabnya
         “Wa'alaikumsalam”. Lelaki separuh baya ini langsung ku persilahkan masuk. Aku mulai menceritakan permasalahan yang terjadi, sambil mengamini lelaki separuh baya ini menceritakan keadaan keluarganya sebagai peladang miskin. 
        “Sebagai orang tua, saya berharap Rusli tetap sekolah”, harapannya. Ia terdiam lalu melanjutkan kata-katanya, 
       “Tapi saya tidak mampu menghidupinya!” Lelaki ini tertunduk sedih, matanya berbinar sesekali meneteskan air mata, Rusli pun turut sedih dan menangis meski suaranya tak terdengar tapi ia mengerti maksud orang tuanya. Lelaki ini melanjutkan kata-katanya, 
        “Mulai hari ini, saya serahkan Rusli kepada pak guru!” dengan berat hati. 
        “Jadikanlah ia menjadi anak bapak, biarkan Rusli melupakan saya sampai kapanpun!” pintanya.
        “Saya rela demi keinginan dan cita-citanya”, harapnya  sedih. Sambil memegang tangan Rusli, 
        “Sekali lagi saya berikan Rusli kepada bapak sebagai anak sendiri!” ini kata terakhir yang diucapkannya. Sayapun mengangguk dan mengiakan menerima amanah yang akan aku panggul.
        Kini hari bulan dan tahun terus berjalan hari-hariku kujalani bersama Rusli sebagai anakku sendiri. Sementara istriku sudah lama meninggal. Ia sebagai anak lelaki tertua yang selalu membimbing dan menjaga adik-adiknya hingga akhirnya Rusli  menyelesaikan pendidikan dan menyandang sarjana. Bahagia luar biasa yang aku dapatkan. Anak yang taat beribadah, dan bakti kepada keluarga itu merupakan penghargaan yang aku dapatkan darinya. Kini umurku sudah mencapai masa pensiun. Rusli selalu mengantar dan menjemputku. Ia menaruh perhatian besar kepada kami.
        Disela-sela mengantar dan menjemputku sikap dewasanya terlihat, ia berusaha mencari pekerjaan agar kelak dimasa pensiunku ia bisa menggantikan aku menjadi tulang punggung keluarga. Hari ini Rusli tak muncul-muncul menjemputku. Rasa takut  dan was-was terus memburuku. Aku sangat sayang padanya dan aku tak ingin kehilangan dia. Menjelang sore tiba-tiba ia muncul menghampiriku, lalu memelukku sambil menangis bahagia. Kebahagiaan itu terlihat dari wajahnya, air matanya terus menetes. Ia bersimpuh bersujud dan mencium kakiku sebagai tanda hormat dan baktinya pada diriku sebagai orang tuanya. Dengan tangan gemetar ia menyodorkan map berwarna kuning lalu memintaku membukanya.     
        “Pak, Rusli diterima sebagai PNS !” dengan mata  berbinar-binar ia menatapku tajam.
       “Alhamulillah, anakku kamu berhasil”, aku bahagia mendengarkannya. Rusli pun memelukku erat dan mencium kakiku. Kami larut dalam kebahagiaan. Hampir 20 tahun sudah Rusli meninggalkan kedua orang tuanya dan hidup bersama kami, kini ia menggeluti pekerjaannya dengan sungguh-sungguh.Karena kecerdasannya ia mendapatkan posisi bagus di kantornya. Saat kami berkumpul bersama keluarga, sesekali aku memintanya.
      “Nak, sebagai orang tua pasti mengharapkan akan kehadiran anaknya”, lalu aku melanjutkan kata-kataku sambil mengelus bahunya.
      “Carilah mereka, dan apapun itu ia tetap orang tuamu yang telah mengandung dan melahirkanmu “, kataku padanya.
      “Pak, aku tidak bisa!” jawabnya menimpaliku.
     “Nak, bapak tidak mau anak-anaknya menderita karena durhaka sama orang tuanya”, jelasku mengingatkannya. Ketika itu pula air matanya terlihat menetes. Saat kuusap air matanya, ia pun bangkit dari bersimpuh. Ia mulai sadar.
      “Sebagai tanda baktiku kepada Bapak, Rusli akan mencarinya!” ia menjawabku dengan tenang.
Tanpa sepatah katapun ia beranjak dari tempat duduknya lalu berpamitan dan pergi. Hari ini adalah hari pertamanya cuti dari pekerjaan. Kini dua minggu sudah ia pergi. Kesepian sangat terasa, rasa sakit yang aku derita semakin menjadi. Masa kritis aku jalani, harapan hidup sudah tidak ada lagi. Aku hanya menunggu ajal menjemput. Rusli datang karena panggilan hati ia pun membawa kabar jika kedua orang tuanya telah lama meninggal akibat timbunan tanah longsor. Kehadirannya di tengah-tengah kami membuat semangatku  untuk sembuh bangkit lagi. Aku begitu bergairah rasa lelah dlam kesakitanku berangsur-angsur pulih.
        “Nak, jaga adik-adikmu, jangan tinggalkan mereka, kamu satu-satunya harapan bapak”, ini kata-kata  yang aku ucapkan ketika menyuguhkanku segelas air putih. Aku melanjutkan pembicaraan.
        “Bapak sudah tua, peran bapak sekarang ada pada pundakmu!” Ia memelukku erat dan memotivasiku.
       “Sekarang Bapak minum obatnya biar lekas sembuh, Insya Allah tahun depan kita bersama-sama menunaikan ibadah haji”, tegasnya penuh perhatian dan memandang kedua adiknya sambil tersenyum..
Hidup kami begitu rukun dan bahagia. Rusli sebagai anakku tak pernah membedakan adik-adiknya. Hingga akhirnya kami bersama mendapat panggilan menunaikan ibadah haji melaksanakan rukun Islam  ke lima. 

Recent Comments