INDAHNYA JIKA SALING BERBAGI, MERIAHNYA JIKA SALING MEMBERI,DAN MANISNYA JIKA SALING MENGHARGAI

Mengenai Saya

Foto saya
sederhana dan kerja keras

Entri Populer

Senin, 31 Januari 2011

ASMARA DEWI


Sudirman, S.Pd.

        “Kreeeek….bluk!” suara pintu dibuka. Perlahan-lahan  langkah kaki menghampiri bagian belakang sudut  ruangan.
         “Permisi, boleh saya duduk?” tanya seorang wanita muda melemparkan senyum.
         “Oh….silahkan”, jawabku sambil membalas senyumnya. Pandanganku kembali tertuju pada notebook yang ada dihadapanku. Ditengah keasyikan mengutak-atik notebook aku lupa jika waktu istirahat hampir usai dan  aku beranjak lalu duduk kembali kebingungan. Dalam pikiranku,  “Jika istirahat tak mungkin berlama-lama karena waktu untuk belajar tinggal hitungan detik jelas tak mungkin”. Akhirnya kuputuskan untuk berdiam diri di atas kursi yang aku duduki semenjak pagi tadi.
        “Para peserta, diharapkan memasuki ruangan”, panggilan sang panitia jelas terdengar. Wanita tadi bergegas duduk tepat di sampingku. Ia tersenyum sambil memperhatikan coretan kertas yang aku tulisi. Sesekali padangan matanya tertuju pada notebook yang berisi album photoku.
 Ia sepertinya  sudah hafal dan mengenali huruf demi huruf tulisanku, lebih-lebih photoku. Saat aku menolehnya ia salah tingkah, kaget lalu berpaling pandangan berpura-pura memperhatikan celotehan panitia. Aku berusaha tak peduli namun hasrat ingin tahu tak mampu kubendung.
“Siapa wanita muda yang berada tepat disisiku saat ini”, sambil menggerutu penasaran. Setiap ada kesempatan mataku selalu tertuju pada senyumnya.
        “Mas...., catatannya boleh aku pinjam nggak, soalnya tadi terlambat”, pura-pura menegurku. “Boleh, silahkan”, jawabku singkat.Wanita ini selalu tersenyum manis sambil menatapku tajam. Sorotan matanya tepat mengenai hatiku yang paling dalam. Aku terpesona saat jemari tangannya yang halus menyentuh kulit ariku saat kuserahkan catatan kecil itu.
        “Maaf..., aku merepotkanmu”, candanya.
        “Oh..., ng..nggak  justeru  aku senang”, kataku bahagia.
        “Terima kasih”, jawabnya singkat.  Tangannya yang halus mulai membuka lembar demi lembar. Sesekali menatapku dengan penuh perhatian.
        “Mas, boleh nggak album photo tadi aku lihat”, pintanya seraya menoleh notebook di depanku.
        ”Oh.. yah..silahkan”, jawabku sambil menyerahkan notebookku. Ia mulai melihat-lihat photo demi photo yang aku simpan 15 tahun yang lalu. Tampaknya ia menyimpan sesuatu yang pernah dialaminya dan belum aku tahu. Jelas tergambar dari sorotan matanya saat menatap coretan kertas dan photo-photo itu. Cahaya matahari mulai menyapa. Setiap peserta mulai berkemas meninggalkan ruangan. Tinggal kami berdua yang tengah asyik duduk dengan obrolan kosong tanpa arti.
        Aku mencari tempat duduk untuk beristirahat. “Andai senyuman itu mampu aku raih, yah..,tentu hidup ini menjadi lebih indah!” kata-kata ini kuucapkan dalam hati setiap aku mengingatnya.
Ketika beranjak menuju ruang makan tiba-tiba,
        “Mas, ini kopi dan kuenya!” sambil menyuguhkanku.
        “Hm terima kasih!” jawabku. Sontak aku kaget luar biasa. Mengapa wanita ini begitu baik kepadaku  aku mulai bertanya-tanya sendirian. Ingin rasanya aku menyapanya lebih jauh. Tapi bibir ini seolah-olah terkunci, sulit ku keluarkan kata-kata  yang sedianya aku siapkan. Dan saat bibir ini mulai berbicara waktupun yang membatasinya. “Dasar kamu bodoh!” sambil kumaki-maki diriku.
        Malam mulai menyapa, kesunyian mulai menghampiriku. Aku tertegun dalam bayangan semu. Menatap rembulan tertutup awan putih, cahaya bulan samar-samar mengenai tubuhku. “Tuhan inikah artinya cinta, mungkinkah ia merasakan apa yang kurasakan saat ini?” sambil menatap rembulan terus kuucapkan. Tanpa kusadari malam telah larut. Dalam lamunanku selalu teringat sosok gadis yang pernah aku kenal, yang pernah mengisi relung hatiku. Aku mulai mengingat-ingat masa dimana aku dipertemukan dengan wanita cantik.  Seperti wanita muda yang duduk di sampingku. Aku mulai menghitung waktu. Setiap langkah senyumnya, tatapan matanya, serta suaranya yang lembut selalu menerawang dalam benakku. Lalu kuhempaskan tubuhku diatas tempat tidur dan berusaha menenangkan pikiran.
        Pagi   ini   aku  semakin  bersemangat   dengan harapan bisa duduk bersama seperti hari kemarin. “Tuhan…, berikan aku kesempatan lagi!” pintaku berdoa. Wanita itu menghampiriku lalu duduk berdampingan denganku.“Terima kasih Tuhan, Engkau mendengarkanku!” ucapku bahagia. Namun tetap juga aku sulit bicara.“Ini kesempatanku untuk mengenalinya lebih dekat!” gumamku lalu aku mencoba memberanikan diri hingga akhirnya dengan sedikit ragu-ragu aku mencoba menegurnya.
        “Sorry.., mungkin akan lebih baik jika kita saling kenal!” pintaku, Aku menyambung pembicaraan,            
          “Kenalkan Aden!”kataku sedikit ragu.
         “O..ya.., aku Rara..!” balasnya sambil memegang erat tanganku. Aku menghela nafas, lega aliran darahku amat terasa. 
         “Ra….saat istirahat nanti aku tunggu ditempat biasa!”pintaku. Ia mengangguk dan tersenyum.  
         “Aku juga ingin menanyakan sesuatu boleh kan?” pintanya. Aku pun mengiyakan permintaanya.
Hingga waktupun menunjukkan tanda persahabatan. Aku sengaja mendahului dengan harapan bisa mendapatkan tempat bersamanya. Indah memang suasananya hembusan angin menerpa sisi-sisi ruang hati kami. Dalam hati aku selalu bertanya, “Mungkinkah wanita ini  adalah Dewi yang pernah singgah dihatiku, yang pernah aku cari hingga bertahun-tahun”, “Oh Tuhan…., jangan biarkan aku larut dalam kebingungan dan harapan”, pintaku.
        Dadaku terus bergetar, degub jantungku berdetak seirama dengan harapan dan penantian. Alunan irama cinta terus bergulir, siraman titik-titik asmara menyelimuti relung hati. Aku tak sanggup menghadapi pertemuan ini. Ingin rasanya berlari mengejar asa. Kejenuhan lamunan yang tiada arti berkecamuk menggoda gelora yang setiap saat menerawang dalam pikiranku. Hingga akhirnya ia datang menghampiriku.
        “Sudah lama menunggu ya..?” tanyanya. 
        “Yah… lumayanlah, tapi menunggu bidadari gak terasa lama.” sambil bercanda. 
        “Benar…, gak merasa capai menunggu!” godanya. 
        “Justru aku merasa  senang kamu punya waktu bersamaku!” aku meyakinkannya
        “Yah… aku selalu mempunyai waktu bersamamu!” jawabnya. Aku mulai tersanjung. 
        “Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan tentang sesuatu yang  pernah aku kenal” ,harapnya.
        “Akupun sama seperti apa yang ingin kamu tanyakan?” menimpalinya.
        “Sebab dalam pertemuan ini aku sempat  teringat dengan senyuman khas seorang  wanita  yang pernah aku kenal,  dan yang pernah singgah  dihatiku!” jelasku.
        Ia  tertegun diam tak berbicara sedikitpun. Sambil berharap  memberi aku kesempatan untuk bicara mengeluarkan apa yang ada dalam pikiranku.   “Aku yakin wanita itu ada di tempat ini, yah… di tempat ini!” kataku meyakinkannya. Aku mulai menceritakan masa-masa perkenalanku dengan seorang wanita, hingga sama-sama mengikrarkan cinta. Di tengah-tengah berkecamuknya asmara, menggelorakan kidung-kidung cinta tiba-tiba ia hilang dan pergi  entah kemana. Ia begitut memahami apa yang aku ceritakan.
        “Mas, yang terjadi adalah yang terbaik!” ia menimpaliku sedih. Aku  tak mengerti dan tak bersuara sedikitpun, diam dan membisu seperti manusia bodoh yang tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
        “Dalam penantian panjangku aku selalu berharap bahwa ia masih ada dan  masih  menyimpan sejuta cinta”,harapku.
       “Jika waktu mempertemukanku di tempat ini, aku ingin memeluknya, menunjukkan bahwa aku masih mencintainya!” lanjutku berharap.
        Ia menatapku tajam, matanya mulai memerah. Titik-itik air mata terlihat jelas dari raut wajahnya. Ia tertunduk, sedih seolah-olah merasa bersalah. Lebih-lebih setelah aku sebutkan sebuah nama “Asmara Dewi”.    
        “Maafkan aku mas,……. Kamu benar bahwa Dewi yang kamu cari ada di sini, di dekatmu!” sambil meneteskan air mata, ia menangis lalu menatap wajahku dan seketika itu pula  langsung memelukku sekuatnya.
        “Aku selalu yakin bahwa, waktu pasti akan mempertemukan kita meskipun itu sesaat!” jawabnya sedih dan memelukku.
        “Catatan kecilmu adalah getaran hatiku, dan aku pun sangat yakin kalau kamu adalah orang yang pernah dan masih aku sayangi!” sambil menatapku.
Kami pun larut dalam kebahagiaan yang tiada henti. Pelukannya menambah kehangatan pertemuan ini. Suasana sore itu tiba-tiba cerah tak sedikitpun awan hitam menutupi matahari. Indah nian, suatu keajaiban yang tak pernah kurasakan dan tak mungkin kulupakan.

Recent Comments