INDAHNYA JIKA SALING BERBAGI, MERIAHNYA JIKA SALING MEMBERI,DAN MANISNYA JIKA SALING MENGHARGAI

Mengenai Saya

Foto saya
sederhana dan kerja keras

Entri Populer

Sabtu, 12 Maret 2011

Cerpen

MIMPI DI SIANG HARI
Oleh : Sudirman, S.Pd.

“ Pak Rohman, sudah saatnya untuk ikuti seleksi kepala sekolah bersama Pak Wangsa,” kata Pak Pendu kepala  SD Negeri 1Tanak Kaken tempatnya mengajar. “Apa anda sudah siap?” katanya melanjutkan pertanyaan.
“Sepertinya saya belum siap, hm...belum mampu  Pak!” jawabku singkat.
“Kemampuan apa lagi yang Pak Rohman cari, sebagai kepala sekolah saya sudah menilai Bapak lebih dari cukup, dan pilihan itu tetap jatuh pada Pak Rohman termasuk Pak Wangsa yang sudah senior di sekolah kita!” jelas Pak Pendu sedikit tidak mengerti tentang pikiranku.
“Maaf Pak, saya bukan menolak tapi .....,?” kataku putus disela Pak Pendu.
‘Tapi apa lagi sih Pak, anda adalah guru yang sangat cerdas, trampil, dan sangat berprestasi tidak hanya di sekolah kita ini saja tapi di sekolah lain para guru selalu memngagumi dan membanggakan anda karena predikat yang selalu anda sandang. Ini adalah kesempatan !” kata Pak Pendu meyakinkanku.
“Bapak terlalu berlebihan menilai saya, secara pribadi saya  tidak mengejar karir tapi profesionalisme, sementara usia saya masih terlalu muda,” jawabku untuk menghindar dari pencalonan.
“Saya minta agar persyaratan tersebut dipersiapkan secepatnya!” pinta Pak Pendu lalu meninggalkanku dengan perasaan kesal.
Pagi ini semua berkas telah dipersiapkan, mulai dari ijazah sarjanaku, piagam, sertifikat, hingga keterangan lain yang bergerak di bidang sosial dan pendidikan. Yang tak kalah penting adalah makalah tentang visi misi sebagai kepala sekolah juga administrasi sekolah. Semua tersusun rapi dalam portofolioku yang aku simpan di dalam tas usang yang kumiliki satu-satunya.
Teman-teman satu sekolah termasuk para siswa turut mendoakan kami agar lulus dalam seleksi. Saat bersalaman  Pak Wangsa yang juga satu sekolah denganku juga kembali mengikuti seleksi  karena berturut-turut gagal dalam pencalonan. Saat berjabatan tangan ia menanyakanku,” Sudah siap lahir batin?” Dengan ancungan jempol aku mengiyakan sambil memperlihatkan isi map portofolio. “Isi portofolio ini sudah aku hafal  termasuk  Undang-undang pendidikan hampir hafal semua!”  jawabku mantab.
“Pak Rohman, tidak cukup dengan persyaratan itu dan tidak bisa kita andalkan kemampuan otak kita saja!” kata Pak Wangsa. “Buktinya saya sendiri yang walaupun hasil saya baik tetap saja gagal karena tak punya uang,” katanya melanjutkan pembicaraan.
“Waduuh, Pak Wangsa saya jadi nggak ngerti nih!” kataku bingung dengan pembicaraannya.
“Wah...wah...wah....., anda semakin  jauh tertinggal!” sambil memberikan isyarat dengan memainkan ibu jari dan jari tengahnya lalu ia mengeluarkan lembaran uang kertas dan mengibas-ngibaskan tepat di mukaku. Akhirnya aku mengerti maksudnya menyediakan dana penyegar.
“Lalu apa hubungannya dengan dana tadi!”, kataku tambah tak mengerti.
“Temanku..., sebaiknya kita batalkan saja seleksi ini tak ada artinya bagi kita,orang yang tidak punya prestasi lebih-lebih kemampuan profesionalnya rendah tidak ikut seleksi tapi berani karena punya dana penyegar ia pasti menjadi kepala sekolah. Ini bukan rumor kenyataan teman...., Untuk itulah aku mundur ,” kata Pak Wangsa sambil mengambil kunci motor dan meninggalkanku.
Aku tak terpengaruh sedikitpun dengan sikap dan pernyataan Pak Wangsa. Aku sangat yakin dan selalu berpegang teguh dengan kemampuan dan profesionalisme yang aku miliki. Walapun tes ku jalani tanpa kehadiran Pak Wangsa. Keyakinanku akan pengetahuan dan prestasi yang kumiliki membuat perasaan menjadi  tenang. Tahap demi tahap tes aku lewati dengan hasil sangat memuaskan. Tinggal satu tahap yang harus kuikuti sebagai babak penetu keberhasilan yaitu wawancara. Segala  gagasan dan ide-ide baru aku paparkan  demokrasi pendidikan  aku dengungkan  kebijakan pemerintah tentang sistem pendidikan tidak ada satupun yang terpenggal. Diakhir paparanku aku berkata, “ Ini adalah bentuk pengabdianku dalam mencerdaskan bangsa dan negara tercinta ini!” dengan senyum puas kutinggalkan ruangan lalu menunggu jadwal pengumuman.
Pengumuman yang sudah terjadwal selalu tertunda dan tertunda lagi ‘ kebijakan-kebijakan baru bermunculan. Hingga kesempatan itu datang. Dengan senang hati siang itu selepas pulang sekolah aku terima amplop SK Kepala Sekolah. Rasa syukur terus kuucapkan. Aku begitu bahagia nama itu aku usap berkali-kali  meskipun gelar sarjana yang aku sandang tak tertera dalam  amplop tersebut. Kembali kutatap dengan mata berbinar-binar sesekali aku mencium amplop berisi SK Kepala Sekolah tersebut. “Alhamdulillah akhirnya aku menjadi kepala sekolah”, kataku bahagia sambil menyimpan amplop di tempat khusus dalam tas kecilku. Sembari bergegas pulang.
Menyambut  acara perkenalan kepala sekolah baru segala sesuatu aku persiapkan termasuk  skenario sambutan kebijakan-kebijakan baru yang menjadi ide dan gagasanku sudah kutulis rapi. Saat kepala sekolah lama usai memberikan sambutan. Aku sempat  termangu ketika namaku dipanggil pembawa acara untuk memberikan sambutan. Dengan berusaha tenang aku menghampiri podium yang telah dipersiapkan. Rasa deg-degan terus berlari getaran tanganku sedikit demi sedikit berkurang hingga napas perlahan kuatur untuk memulai sambutanku. Riuh tepuk tangan para undangan yang sebagian besar para orang tua murid terdengar kencang.
“Hadirin yang saya hormati, memulai sambutan ini paradigma pendidikan lama harus kita tinggalkan untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa yang semakin lama semakin tak tentu arahnya. Sebagai pengendali pendidikan di sekolah umum para guru dan  kepala sekolah pada khususnya haruslah memiliki ketajaman pemahaman, pemikiran dan wawasan dalam menciptakan pencitraan sekolah yang lebih baik.
Degub jantungku semakin kencang, darahku mengalir cepat seiring irama pembaharuan yang terus aku gulirkan bertubi-tubi. Aku semakin bersemangat saat tepukan tangan menyambutku kembali.
Hadirin yang saya hormati, guru dewasa ini ibaratnya anak panah yang apabila busurnya (kepala sekolah) mengarahkan mata anak panah melenceng dari sasaran maka anak panah tersebut juga ikut melenceng dari bidikan busur panah. Olehkarenanya mulai detik ini guru dan kepala sekolah seharusnya memiliki jiwa  profesionalisme yang tinggi bukan konvensionalisme yang dapat menghancurkan daya kreatifitas dan fleksibelitas dalam upaya menciptakan dan mengembangkan pendidikan kearah yang lebih baik dan mancapai kemajuan. Setuju?
Untuk itulah selaku kepala sekolah baru di tempat ini saya mengajak para guru, orang tua murid , dewan pendidikan dan para stakeholder untuk memperkuat kerjasama dalam membangun kembali citra sekolah yang sudah hampir tenggelam.Setuju?
“Dan dalam kesempatan ini pula saya berjanji agar sistem transparansi  keuangan sekolah yang tidak pernah dilakukan akan kami tingkatkan. Setuju?”
Bbbb.....
Belum berakhir sambutanku tiba-tiba pembawa acara menghentikanku lalu memintaku mengembalikan amplop berisi SK Kepala Sekolah yang sudah aku terima dan menyerahkannya kembali kepada Pak Rohman, A.Ma bukan Rohman, S.Pd. (namaku).
“Ayah......., Ayah......., banguun, ini ada surat dari Kantor Pos!”. Siang-siang begini koq masih ngigau. “Tak mungkin..... Tak mungkin... SK ini atas namaku!”
“Ayah.. istigfar...., selaku isteri ibu tidak pernah meminta ayah untuk menjadi kepala sekolah, saya bangga kepada ayah yang sudah sering menjadi pemenang dalam lomba. Bagi saya prestasi itu sudah lebih dari cukup untuk memacu prestasi anak kita!” kata istriku menyadarkan aku dari mimpi siang ini.
“Astagfirullahaladzim..... aku bermimpi”,sambil kubuka amplop surat yang baru kuterima. “Alhamdulillah,” aku mendapatkan undangan ke Jakarta sebagai pemenang lomba karya tulis ilmiah.

Recent Comments